Selasa, 21 April 2020

Tradisi Desa dalam Versi Covid-19

  Tradisi Desa

   Tradisi Desa Dalam Menghadapi Wabah Penyakit Sebagai Mitigasi Bencana
Apakah Virus Mahluk Purba. Termasuk Corona. Dia ada sezaman dengan terbentuknya alam semesta. Jadi umurnya ribuan atau jutaan tahun. Cuman mungkin bermutasi dan berubah bentuk ya luur?
Menurut penelitian, ukuran virus paling tidak seperti sebutir garam dipecah jadi 10.000 butiran. Covid hanya bisa dilihat dengan mikroskop elektron transmisi. Bisa bergerak dan berpindah.
Jika kita sepaham bahwa virus adalah mahluk tuwa. Dalam siklus sebuah masa kehidupan pasti ada wabah hebat. Tentu rakyat dan kebudayaan jawa memiliki cara menghadapinya. Daya tangkal itu disebut Tolak Balak. Adapun wabah dalam bahasa jaman dulu disebut pageblug. Orang yang terkena penyakit disebut kesambet. Efek racikan ketabiban namanya Sawab.
Kita garis bawaih, bahwa model leluhur kita mewariskan cara, jangan hanya dipandang klenik, mistis dan perdukunan ya. Tetapi selalu ada pengalaman mereka lalui sampai kemudian meracik tradisi. Jangan pernah merendahkan reproduksi pengetahuan mereka pada zamannya ya.
Lalu apa saja ritual tradisi yang berkait dengan sakit, wabah dan kebencanaan yang relevan. Saya pribadi menggunakan pengalaman turun temurun keluarga sendiri serta mewancarai tokoh desa kami di Jatimulyo Petanahan sekedar untuk dirangkum dan sebagai bahan primer.


1. Mandi Dengan Kembang Macanan
Kembang ini berisi daun sirih, daun sere, daun jeruk nipis, dingo bengle, kunyit, jahe, jeruk nipis, dan aneka rempah-rempah lainnya. Kami biasanya merebus hingga mendidih dan airnya dicampurkan kedalam air hangat yang akan digunakan untuk mandi. Kemudian airnya disaring.
Karena bunga therapi biasanya langsung punya efek. Tubuh yang lesu dan loyo langsung mendapatkan energi. Baunya cukup sedap. Ingat, Covid menyerang orang yang immunitas tubuhnya lemah dan rentan sakit. Kembang macanan biasa saya beli di Utara Pasar Dorowati Klirong Kebumen. Harganya 5000 perak. Sering jika anak sakit saya kesitu, atau pesanan ibu jika merasa kurang kepenak awak.


2. Menempatkan Godong Tawa di bawah tempat tidur.
Daun ini saya petik di pekarangan. Biasanya diwadaih mangkok, dituang air dingin. Secara umum, kamar tidur yang diletakan air ini berubah hawanya. Menjadi dingin, tentram dan nyaman untuk tidur. Seolah menyerap hawa/aura yang tidak enak. Selain itu bisa digunakan untuk mengkompres anak yang demam. Penempatan Daun tawa dan air ini jaman sekarang sama dengan menyemprot disinfektan. Tapi ini di jaman doeleo kali ya
3. Padasan / gentong Di Depan Rumah.

Tradisi ini sudah lama hilang dari desa kami. Cuman almarhum bapak sering menceritakan ke kami. Cuman selalu, jika kami sekeluarga habis takziah kematian atau menengok orang sakit diperintah untuk wudhu, cuci tangan, dan kaki serta ganti baju sebelum masuk rumah.
Syukurlah sekarang saya melihat banyak warga menyediakan piranti ini. Walaupun bentuknya sudah botol galon ber kran. Pencermatan nenek moyang kita hebat namun sederhan ya.. Dalam kontek kesehatan mungkin ini kategori PHBS Prilaku Hidup Bersih Sehat Hehehe..

4. Puasa, tirakat dan berbagi makanan
Kalo saya pahami, ini bentuk rasa tawakkal kepada Alloh. Bahwa menghadapi sebuah cobaan harus tenang, tidak panik dan memiliki jiwa besar.
5. Merti Desa/bersih desa, Menabuh Kenthong, Jimpitan, sedekahan. Maknanya harus ada kesiapan cadangan logistik makanan dan solidaritas yang kuat.
Bagaimana di Desamu luur?
Demikianlah

 ( Sabit Banani )